Tari Bines

Sebagian besar dari kesenian tari tradisional Aceh memang selalu dijadikan sebagai media dakwah. Contohnya adalah tari saman yang sangat populer. Namun ternyata, ada lagi satu tarian yang sangat dekat dengan tari saman, yaitu tari bines.

Keduanya sama-sama berasal dari Kabupaten Gayo Lues. Hanya saja, tari bines tidak berkembang sebaik saman. Oleh karena itu, kali ini Pesona Indonesia akan membahas tentang tarian asal Aceh ini. Yuk simak penjelasannya.

Pengertian Tari Bines

Tari bines adalah sebuah tarian yang ditampilkan oleh para penari seberu atau bebeeru (anak gadis) berjumlah 10 – 12 orang. Tari bines berasal dari kabupaten Gayo Lues kemudian berkembang di Aceh Tengah lalu dibawa ke Aceh Timur.

Konon katanya, tarian ini dibawa oleh seorang ulama bernama Syech Sama saat berdakwah. Tarian ini ditarikan oleh para wanita dengan cara duduk berjajar sambil menyanyikan syair yang berisikan dakwah atau informasi pembangunan.

Yang menarik dari tarian ini adalah, saat penampilannya, mereka diberi uang oleh pemuda dari desa undangan dengan menaruhnya di atas kepala perempuan yang menari.

Biasanya di akhir acara akan di adakan pengambilan bunga dari kepala yang di sebut Nuet Tajuk. Saat pengambilan bunga para penari bines biasanya diberikan uang sebagai ganti bunganya, maksudnya adalah sebagai harga untuk bunga tersebut.

Baca Juga: Tarian Saman

Sejarah Tari Bines

Manurut sejarahnya, tarian ini bermula dari 3 cerita rakyat yang berkembang di daerah Gayo, antara lain:

1. Cerita rakyat “Ni Malelang Ode”

Dikisahkan ada seorang ibu yang memiliki putri bernama Ni Malelang Ode. Ia sangat menyayangi putrinya. Namun suatu hari, putrinya berbuat zina dengan seorang pemuda di desanya.

Masyarakat kemudian merasa malu karena terkena aib.  Mereka lalu memutuskan untuk menghukum mati gadis tersebut. sang ibu yang melihat kejadian itu tentu sangat sedih.

Sebelum dimakamkan, setiap kali terlihat ibu menangis meratapi jenasah anaknya sambil meratap memilukan hati bagi siapapun yang mendengarnya.Berkali kali ia menggoyangkan jenasah itu seolah – olah ingin membangunkannya sambil sesekali menghentakkan kakinya.

Keadaan itu menimbulkan simpati para tetangganya dan mereka berkumpul di dekat jenasah untuk menghibur hati sang ibu. Dari adegan tersebut, dalam tari Bines terdapat syair yang berisi ratapan yang bernuansa sedih serta gerak menghentakkan kaki yang diadopsi dari kejadian itu.

2. Cerita Rakyat “Ibu Yang Kehilangan Putra Satu-satunya”

Versi lainnya adalah kisah tentang seorang ibu yang mempunyai 6 anak perempuan dan 1 laki-laki. Mereka sangat akrab dan saling menyayangi.

Pada suatu hari karena suatu sebab, putra semata wayangnya itu meninggal dunia. Begitu cintanya kepada saudara laki-lakinya itu, 6 saudara perempuannya setiap malam mengelilingi jenasah sambil menangis meratapi kepergiannya bersama sama.

Ratapan itu terdengar indah meskipun memilukan. Formasi duduk mereka ketika meratap, persis dengan formasi dasar tari bines, yaitu dua di atas kepala, 2 di samping kanan dan 2 di samping kiri.

Situasi ini terlihat oleh seorang ulama penyebar agama Islam di daerah itu, yakni Syekh Abdul Karim.

Dengan penuh kearifan dan kelembutan beliau mengingatkan bahwa meratapi orang yang sudah meninggal itu bertentangan dengan ajaran Islam, dan sebaiknya syair ratapan tersebut diperdengarkan bagi yang hidup.

Sejak saat itu dalam tari Bines terdapat syair ratapan, dan gerak menelungkup. Namun dalam perkembangannya syair ratapan tersebut mulai ditinggalkan.

3. Cerita Rakyat “Gajah Putih”

Alkisah pada suatu hari di alun-alun kerajaan yang diperintah oleh Raja Lingge ada seekor gajah putih mengamuk mengobrak -abrik bangunan disekitarnya.Tidak ada seorangpun yang mampu menundukkannya.

Kemudian, salah seorang putra Raja Linnge yang bernama Sengeda memberanikan diri mohon kepada ayahnda agar diijinkan menaklukkan amukan gajah itu. Atas ijin sang raja, mulailah dijalankan siasatnya.

Sebenarnya Sengeda sudah tahu bahwa Gajah Putih itu adalah jelmaaan Bener Meriah kakak kandungnya yang sudah lama diasingkan karena fitnah teman-temannya.

Semua orang yang semula mengeroyok gajah putih tersebut diminta untuk mundur dan menghentikan serangannya. Lalu, dibunyikanlah alat-alat musik seperti rebana, canang, dan gong. Sedangkan para ibu membunyikan musik lesung secara serentak.

Demi mendengar bunyi tetabuhan itu sang gajah yang semula mengamuk berangsur-angsur tenang. Selanjutnya Sengeda memerintahkan tigapuluh pemuda membentuk formasi setengah lingkaran mengelilingi gajah sambil bertepuk tangan dengan irama yang beraturan dan melantunkan puji-pujian atas sifat baik Bener Meriah.

Dengan gerak perlahan, Sengeda menari dihadapan gajah, sehingga membuat gajah ikut bergerak maju mundur berirama. Menurut cerita tutur, gerak itulah yang melahirkan tari Bines.

Fungsi Tari Bines

Secara garis besar, tarian bines dapat difungsikan sebagai:

1. Sarana Komunikasi

Tarian ini selalu melantunkan syair yang mengandung pesan. Syair tersebut biasanya berisik ajaran moral, perilaku manusia yang harus sesuai dengan ajaran agama, dan ajakan untuk senantiasa hiup rukun dan damai.

2. Sarana Hiburan

Tari bines juga dapat digunakan sebagai hiburan bahkan mengajak penonton perempuan untuk ikut bergabung. Tariannya bersifat spontanitas dan gerakannya mudah diikuti.

3. Publikasi

Tari Bines juga menyajikan syair yang menyatakan bahwa tarian ini berasal dari daerah Gayo Lues.Dengan demikian penonton memperoleh informasi tentang dari daerah asal tari Bines ini.

4. Sarana Mediasi

Saat perselisihan antar kampung terjadi, biasanya akan diredam dengan pementasan tari Bines dengan syair yang menyejukkan kedua belah pihak yang sedang bersengketa.

Tujuannya adalah untuk menyadarkan bahwa tari ini merupakan milik sesama orang Gayo Lues yang harus dijaga kelestariannnya, maka sangat dimungkinkan berfungsi juga sebagai perekat.

Kostum dan Properti Tari

Adapun busana tari Bines terdiri atas:

  • Baju Lukup bermotif tabur, atau disebut Baju Tabur
  • Kain Sarung
  • Kain Panjang atau Upuh Kerawang dengan dihias Renggiep di pinggirnya
  • Sanggul yang dihiasi daun kepies. Bisa juga diganti dengan daun bambu, daun pandan. Atau hiasan kepala berwarna-warni
  • Hiasan leher berupa Belgong
  • Ikat Pinggang berupa Genit Rante yang dihiasi dengan Renggiep
  • Toping Gelang dan Sensim Metep.

Gerakan Tari

Adapun ragam gerak yang biasa ditampilkan secara garis besar antara lain:

  • Surang saring

Dimaksudkan bahwa dari awal hingga akhir tarian ini dibawakan secara serempak dengan ragam gerak yang tidak berbeda antara penari satu dengan yang lain.

  • Alih

Gerak tangan yang berubah dari tepuk tangan ke gerak tangan yang lain.

  • Langkah

Gerak langkah untuk membentuk pola lantai huruf U dan berbanjar.

  • Tepok

Bertepuk tangan.

  • Kertek

Gerakan petik jari.

Itulah informasi lengkap mengenai tari bines asal Aceh. Semoga informasi ini dapat membantu kalian dalam memperluas ilmu pengetahuan kalian terutama di bidang seni tari.

Jangan lupa juga untuk selalu melestarikan budaya asli Indonesia ini. Salah satunya adalah dengan membagikan ilmu yang telah kalian baca.

About

You may also like...

Your email will not be published. Name and Email fields are required