Belasa penari cantik yang menggunakan kostum tari ala militer zaman Belanda menjadi daya tari dari Tari Angguk ini. Tarian yang merupakan sebuah tarian rakyat yan simbolis dari Kulon Progo, Yogyakarta ini dikatakan sebagai pengembangan dari Tari Dolalak dari Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah.
Tarian ini diperkirakan lahir pada zaman penjajahan Belanda. Sebuah kreasi seni yang tentunya sarat dengan nilai-nilai budaya. Penasaran bagaimana kisah dari tarian tradisional ini? Yuk simak bersama-sama.
Sejarah Tari Angguk
Tari Angguk dibuat oleh sekelompok masyarakat yang terpisah secara sosial diluar wilayah keraton. Tarian ini hadir sebagai dampak pengolahan aspek sosial, budaya, dan sejarah yang tumbuh dan berkembang di masyarakat.
Kebanyakan fungsinya adalah untuk menyebarkan nilai positif tertentu, penyebaran agama dan sarana interaksi masyarakat. Fungsi turunannya adalah sebagai media hiburan.
Teralahir sebagai respon terhadap beragam unsur yang ada saat itu hingga terbentuklah suatu tarian sebagai salah satu identitas dari kebudayaan Kabupaten Kulon Progo.
Tarian Angguk Kulon Progo termasuk golongan tarian rakyat yang bernafaskan Islam. Di dusun Tlogolelo, Hargomulyo, Kokap kesenian ini bahkan sudah ada sejah tahun 1954. 9 tahun yang lalu sebelum bangsa ini merdeka.
Hal ini membuktikan bahwa meskipun saat itu Julonprogo tak luput dari penjajahan Jepang, namun warganya selalu berkreasi menciptakan kesenian sebagai sarana penyampaian nilai tertentu dan hiburan.
Sekitar tahun 1970 hingga 1980 Anggk berkembang pesat. Lalu pada tahun 1991 muncul lah grup angguk Putri Lestari di Dusun Pripih, desa Hargomulyo, Kokap. Tarian angguk putri memang lebih terkenal daripada pria.
Baca Juga: Tari Adat Serimpi
Menurut Fajar Listyanto pada tahun 2010, redupnya tarian angguk pria erat kaitannya dengan perubahan yang terjadi pada masyarakat Kulon Progo. Perubahan ini sepertu perubahan bentuk pertunjukkan, sifat pertunjukkan, dan perubahan tujuan pertunjukkan.
Sampai pada tahun 1998 atau sbeelum reformasi, di kecamatan Kokap saja terdapat 10 grup tari angguk. Tujuh di antaranya merupakan grup angguk putra dan sisanya putri.
Selain di Kokap, saat itu juga terdapat grup angguk di daerah Bendungan, Kecamatan Wates; Panjatan, Kecamatan Panjatan; Kulur dan Jangkaran dari Kecamatan Temon.
Menurut beberapa sumber, tarian Angguk Kulon Progo masih memiliki ikatan dengan Tarian Dolalak. Tidak heran jika kedua tarian ini mirip. Karena, akulturasi budaya bisa jadi telah terbentuk mengingat kabupaten Kulon Progo secara geografis berbatasan langsung dengan Kabupaten Purworejo di Jawa Tengah.
Tidak hanya akulturasi, perpaduan budaya pada tarian ini juga tampak dari instrumen musik pengiringnya. Saat ini kesenian ini sudah mulai dilengkapi dengan alat musik seperti rebana, bedug, simbal, snare drum, bahkan keyboard.
Nuansa Arab dan Jawa terlihat dari lantunan syair dan nuansa Eropa tergambar dari kostum yang dikenakan para penari.
Penyajian Tari Angguk

Dalam penyajiannya, tari Angguk terbagi menjadi 2 jenis yakni tari Ambyakan dan tari Pasangan. Tari Ambyakan dimainkan oleh banyak penari hingga mencapai 20 penari, yang juga masih terbagi menjadi 3 sub jenis yakni tari Bakti, tari Srokal, dan tari Penutup.
Adapun tari pasangan ditarikan oleh para penari dengan jumlah genap dan berpasang-pasangan. Jenis tarian ini terbagi menjadi 8 sub tari yaitu Tari Mandaroka, Tari Kamudaan, Tari Cikalo Ado, Tari Layung-layung, Tari Intik-intik, Tari Saya-cari, Tari Jalan-jalan dan Tari Robisari.
Dalam setiap pertunjukkan tarian Angguk akan selalu disisipkan ajaran moral yang ingin disampaikan oleh para penyanyi dalam bentuk pantun. Tari ini biasanya membawakan cerita yang ada salam Serat Amniyo yakni tentang Umarmoyo-Umarmadi dan Wong Agung Jayengrono.
Peran yang dibawakan juga dibagi menjadi 2, yaitu peran utama yang terdiri dari penggambaran tokoh Umarmoyo, Sekar Mawar, Dewi Kuning-kuning, Air Gunung, Trisnowati, dan Awang-awang. Sementara itu, penari selain tokoh tersebut berperan sebagai pengiring.
Tari Angguk disajikan dengan durasi sekitar 3 hingga 7 jam dan dimainkan oleh 10 – 20 penari beserta pengrawit (pengiring). Hanya saja pada keadaan tertentu durasi sajian tarian ini bisa lebih singkat yakni 15 – 30 menit saja.
Nuansa akulturasi sangatlah tertara dari instrumen pengiringnya yang merupakan campuran dari budaya Islam, Jawa, dan Barat.
Alat musik yang digunakan dalam tari Angguk khas Yogyakarta biasanya adalah Bedug, Rebana, Kendang Sunda, Kendang Batangan, Bass Elektrik, Snare Drum, Keyboard, Symbal, dan Tamborin. Selebihnya terdapat vokalis yang terdiri dari 2 laki-laki dan 1 perempuan.
Keunikan Tari Angguk

Seni Tari Angguk merupakasebuah perpaduan cantik dari tiga budaya. Unsur Islam terlihat saat Shalawat Nabi selali dijadikan pembuka pertunjukkan. Budaya Islam juga terwakili oleh beberapa alat musik pengiring yang digunakan.
Budaya Belanda terlihat pada gerakan dan kostum tari. Namun tidak terlalu mirip karena penari menggunakan celana pendek yang bukan seharusnya digunakan oleh seragam militer.
Kesan budaya Timur juga ada di dalam tari seni Angguk ini. Bisa terlihat dari gerakan tari yang cenderung menitikberatkan pada keluwesan serta alur cerita yang dibawakan diambil dari Serat Ambiyo tentang Umarmoyo-Umarmadi dan Wong Agung Jayengrono.
Selain itu, unsur mistis yang dimiliki oleh tarian ini juga menjadi keunikkan tersendiri. Sebelum pertunjukan dimulai, akan selalu diadakan ritual sesaji di sekitar lokasi pementasan. Aura mistis semakin terasa saat salah satu penari mengalami kerasukan yang terkadang sampai memakan sesajen yang disediakan.
Itulah ringkasan ulasan mengenai tarian tradisional dari Yogyakarta, Tari Angguk. Keunikan dari budaya tari yang dimiliki oleh bumi pertiwi ini harus selalu kita jaga dan lestarikan. Salah satu cara melestarikannya adalah dengan mempelajari asal-usul nya.
Semoga dengan adanya artikel ini, dapat membantu kalian untuk bisa selalu menyadari betapa pentingnya untuk kita melestarikan budaya Indonesia.