Kota Palu yang berada di Sulawesi Tengah ini memiliki nama yang unik. Nama yang sama dengan benda yang digunakan untuk memberi tumbukan pada benda lain ini (martil) ternyata pernah diterjang tsunami dan gempa pada 2018 silam.
Akibatnya, ribuan warga meninggal dan masih banyak yang belum diketahui keberadaannya. Namun, tahukah kalian sejarah masyarakat palu dan sejarah masa lalu kota Palu ini? Jika belum tahu, yuk kita bahas bersama-sama
Asal-usul Nama Kota Palu
Asal usul nama Kota Palu adalah kata Topalu’e yang artinya Tanah yang terangkat karena daerah ini awalnya lautan. Pernah terjadi gempa dan pergeseran lempeng (palu koro) sehingga daerah yang tadinya lautan tersebut terangkat dan membentuk daratan lembah yang sekarang menjadi Kota Palu.
Istilah lain juga menyebutkan bahwa kata asal usul nama Kota ini berasal dari bahasa Kaili VOLO yang berarti bambu yang tumbuh dari daerah Tawaeli sampai di daerah sigi.
Bambu sangat erat kaitannya dengan masyarakat Kaili dalam penggunaan bambu sebagai kebutuhan sehari-hari mereka, baik itu dijadikan Bahan makanan (Rebung), bahan bangunan (Dinding, tikar, dll), perlengkapan sehari hari, permainan (Tilako), serta alat musik (Lalove)
Sejarah Lengkap Kota Palu

Sejarah kota Palu Awalnya pembentukan kota ini berasal dari penduduk desa Bontolevo di Pegunungan Ulayo. Setelah pergeseran penduduk ke dataran rendah, akhirnya mereka sampai di Boya Pogego sekarang ini.
Kota Palu merupakan persatuan dari 4 kampung, yaitu:
- Besusu
- Tanggabanggo (Siranindi) sekarang bernama Kamonji, Panggovia
- Panggovia yang sekarang bernama Kelurahan Lere
- Boyantongo yang sekarang bernama Kelurahan Baru.
Mereka membentuk satu Dewan Adat disebut Patanggota. Salah satu tugasnya adalah memilih raja dan para pembantu yang masih berhubungan erat dengan kegiatan kerajaan. Kerajaan Palu lama kelamaan menjadi salah satu kerajaan yang dikenal dan sangat berpengaruh. Itulah sebabnya Belanda mengadakan pendekatan terhadap kerajaan ini.
Belanda pertama kali berkunjung ke Palu pada masa kepemimpinan Raja Maili (Mangge Risa) untuk mendapatkan perlindungan dari Manado pada tahun 1868.
Pada tahun 1888, Gubernur Belanda bersama dengan bala tentara dan beberapa kapal tiba di Palu, mereka pun menyerang Kayumalue.
Setelah peristiwa itu, Raja Maili terbunuh oleh pihak Belanda dan jenazahnya dibawa ke Palu. Lalu ia digantikkan oleh Raja Jodjokodi.
Pada tanggal 1 Mei 1888, Raja Jodjokodi menandatangani perjanjian pendek kepada pemerintah Hindia Belanda.
Berikut daftar susunan raja-raja Palu :
- Pue Nggari (Siralangi) 1796 – 1805
- I Dato Labungulili 1805 – 1815
- Malasigi Bulupalo 1815 – 1826
- Daelangi 1826 – 1835
- Yololembah 1835 – 1850
- Lamakaraka 1850 – 1868
- Maili (Mangge Risa) 1868 – 1888
- Jodjokodi 1888 – 1906
- Parampasi 1906 – 1921
- Djanggola 1921 – 1949
- Tjatjo Idjazah 1949 – 1960
Setelah Tjatjo Idjazah, tidak ada lagi pemerintahan raja-raja di wilayah Palu. Setelah masa kerajaan telah ditaklukan oleh pemerintah Belanda, dibuatlah satu bentuk perjanjian “Langen Kontruct” (perjanjian Panjang) yang akhirnya diubah menjadi “Karte Vorklaring” (perjanjian pendek). Hingga akhirnya Gubernur Indonesia menetapkan daerah administratif berdasarkan Nomor 21 Tanggal 25 Februari 1940.
Mulanya, Kota Palu merupakan pusat pemerintahan Kerajaan Palu. Informasi Sejarah Palu mencatat jika Pada masa penjajahan Belanda, kerajaan ini menjadi bagian dari wilayah kekuasaan (Onder Afdeling Palu) yang terdiri dari tiga wilayah yaitu:
- Landschap Palu yang mencakup distrik Palu Timur, Palu Tengah, dan Palu Barat
- Landschap Kulawi
- Landschap Sigi Dolo.
Pada tahun 1942, terjadi pengambilalihan kekuasaan dari pemerintahan Belanda kepada pihak Jepang.
Pertumbuhan kota Palu setelah Indonesia merebut kemerdekaan dari tangan penjajah Belanda dan Jepang pada tahun 1945 semakin lama semakin meningkat. Dimana hasrat masarakat untuk lebih maju dari masa penjajahan dengan tekad membangun masing-masing daerahnya.
Berkat usaha mereka, roda pemerintahan dari pusat sampai ke daerah-daerah semakin tersusun. Maka terbentuklah daerah Swatantra tingkat II Donggala sesuai peraturan pemerintah Nomor 23 tahun 1952 yang selanjutnya melahirkan Kota Administratif Palu yang berbentuk dengan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Thaun 1978.
Semakin kesini, susunan ketatanegaraan RI diperbaiki oleh pemerintah pusat dan disesuaikan dengan keinginan rakyat di daerah-daerah melalui pemecahan dan penggabungan untuk pengembangan daerah.
Kemudian pemerintahan Swapraja dihapus dengan keluarnya peraturan yang antara lain adalah
- Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967
- Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1959
- Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1964 tentang terbentuknya Dati I Provinsi Sulteng dengan Ibukota Palu
Dasar hukum pembentukan wilayah kota administrasi Palu yang dibentuk tanggal 27 September 1978 atas Dasar Asas Dekontrasi sesuai Undang-Undang Nomor 5 tahun 1974 tentang pokok-pokok pemerintahan daerah.
Kota Palu lalu menjadi ibukota provinsi Dati I Sulawesi Tengah sekaligus ibukota kabupaten Dati II Donggala sekaligus sebagai ibukota pemerintahan wilayah kota administratif Palu. Palu merupakan kota kesepuluh yang ditetapkan pemerintah menjadi kota administratif.
Sebagai latar belakang pertumbuhan dan perkembangannya, kota Palu tidak dapat dilepaskan dari hasrat keinginan rakyat daerah dalam pencetusan pembentukan Pemerintahan wilayah kota untuk kotanya dimulai sejak adanya keputusan DPRD Tingkat I Sulteng di Poso Tahun 1964.
Atas dasar keputusan tersebut maka diambil langkah-langkah positif oleh Pemerintah Daerah Tingkat I Sulawesi Tengah dan pemerintah Dati II Donggala guna mempersiapkan segala sesuatu yang ada kaitannya dengan kemungkinan Kota Palu sebagai Kota Administratif.
Usaha ini diperkuat dengan SK Gubernur KDH Tingkat I Sulteng Nomor 225/Ditpem/1974 dengan cara membentuk Panitia Peneliti Kemungkinan Kota Palu dijadikan kota Administratif.
Pemerintah pusat lalu menyetujui kota Palu sebagai kota Administratif dengan dua kecamatan yaitu Palu Barat dan Palu Timur.
Berdasarkan landasan tersebut, maka pemerintah Kota ini memulai kegiatan menyelenggarakan pemerintahan di wilayah berdasarkan fungsi:
- Meningkatkan dan menyesuaikan penyelenggaraan pemerintah dengan perkembangan kehidupan politik dan budaya perkotaan.
- Membina dan mengarahkan pembangunan sesuai dengan perkembangan sosial ekonomi dan fisik perkotaan.
- Mendukung dan merangsang secara timbal balik pembangunan wilayah Propinsi Daerah Tingkat I Sulawesi Tengah pada umumnya dan Kabupaten Dati II Donggala.
Hal ini berarti pemerintah kota Palu menyelenggarakan fungsi-fungsi yang meliputi bidang-bidang:
- Pemerintah
- Pembina kehidupan politik, ekonomi, sosial budaya perkotaan
- Pengarahan pembangunan ekonomi, sosial dan fisik perkotaan
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tanggal 12 Oktober 1994, Mendagri Yogi S.Memet meresmikan Kotamadya Palu dan melantik Rully Lamadjido, SH sebagai walikotanya. Kota Palu terletak memanjang dari timur ke barat disebelah utara garis khatulistiwa. Dalam koordinat 0,35 – 1,20 LU dan 120 – 122,90 BT.
Luas wilayahnya 395,06 km2 dan terletak di Teluk Palu dengan dikelilingi pegnungan. Kota Palu terletak pada ketinggian 0 – 2500 m dari permukaan laut dengan keadaan topografis datar hingga pegunungan. Sedangkan dataran rendah umumnya tersebut disekitar pantai.
Berikut batas-batas wilayah Kota Palu adalah :
- Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Tawaeli dan Kecamatan Banawa
- Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Marawola dan Kabupaten Sigi
- Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Banawa dan Kecamatan Marawola
- Sebelah timur berbatasan dengan Kelurahan Tawaeli dan Kabupaten Parimo
Itulah sejarah lengkap kota Palu yang terbentuk karena kegigihan rakyatnya. Semoga daerah ini tetap solid seperti itu dan semakin menjadi kota yang berkembang.
Semoga artikel sejarah kota Palu ini bisa bermanfat untuk kalian yang ingin mengetahui lebih dalam tentang asal usul terbentuknya kota Palu.