Sejarah Kalimantan Tengah

Kalimantan Tengah merupakan salah satu provinsi yang ada di Indonesia. Letaknya di pulau Kalimantan dan memiliki ibukota bernama Palangkaraya.

Pembentukkan provinsi Kalimantan Tengah tidaklah muudah. Ada proses panjang yang harus diperjuangkan oleh para sejumlah tokoh perjuangan zaman dahulu. Lalu, seperti apa cerita sejarah Kalimantan Tengah tersebut? yuk kita bahas bersama.

Sejarah Provinsi Kalimantan Tengah

Menurut Sejarah provinsi Kalimantan Tengah, orang pertama yang menempati bumi atau menginjakkan kakinya di Kalimantan Tengah ini adalah Raja Bunu.

Pada abad ke-14 Maharaja Suryanata, gubernur Majapahit sedang memerintah di Kerajaan Negara Dipa (Amuntai) tepatnya di Candi Agung dengan wilayah mandalanya dari Tanjung Silat sampai Tanjung Putting.

Daerah-daerah tersebut disebut Sakai, yaitu daerah sungai Barito, Tabalong, Balangan, Pitap, Alai, Amandit, Labuan Amas, Biaju Kecil (Kapuas-Murung), Biaju Besar (Kahayan), Sebangau, Mendawai, Katingan, Sampit dan Pembuang.

Kepala daerah yang memimpin disana disebut Mantri Sakai (Kepala Distrik). Ssedangkan wilayah Kotawaringin pada masa itu merupakan kerajaan tersendiri.

Kerajaan Dipa kemudian dilanjutkan oleh Kerajaan Daha dengan rajanya Miharaja Sari Babunangan Unro miharaja (maharaja).

Raja tersebut telah mengantar salah seorang puteranya yang bernama Raden Sira Panji Kesuma alias Uria Gadung (Uria / Aria) untuk memegang kekuasaan wilayah Tanah Dusun yang berkedudukan di Jaar-Sanggarwasi.

Sejarah Suku Dayak Kalimantan Tengah

Pada abad ke-16, Kalimantan Tengah masih termasuk dalam wilayah mandala Kesultanan Banjar. Pada abad ini, berkuasalah Raja Maruhum Panambahan yang beristrikan Nyai Siti Biang Lawai, seorang puteri Dayak anak Patih Rumbih dari Biaju.

Tentara Biaju sering dilibatkan dalam revolusi di istana Banjar, bahkan dengan aksi pemotongan kepala (ngayau) misalnya saudara muda Nyai Biang Lawai bernama Panglima Sorang membantu Raja Maruhum menumpas pemberontakan anak-anak Kiai Di Podok.

Selain itu orang Biaju (Dayak) juga pernah membantu Pangeran Dipati Anom ke-2 untuk merebut tahta dari Sultan Ri’ayatullah.

Raja Maruhum menugaskan Dipati Ngganding untuk memerintah di negeri Kotawaringin. Dipati Ngganding digantikan oleh menantunya, yaitu Pangeran Dipati Anta-Kasuma putra Raja Maruhum sebagai raja Kotawaringin pertama dengan gelar Ratu Kota Waringin.

Di Kotawaringin Pangeran Dipati Anta-Kasuma menikahi wanita setempat dan memperoleh anak, yaitu Pangeran Amas dan Putri Lanting.

Pangeran Amas inilah yang menjadi raja Kotawaringin, penggantinya berlanjut hingga Raja Kotawaringin sekarang, yaitu Pangeran Ratu Alidin Sukma Alamsyah. Kontrak pertama Kotawaringin dengan VOC-Belanda terjadi pada tahun 1637.

Menurut Sejarah Kalimantan Tengah (laporan Radermacher), pada tahun 1780 telah terdapat pemerintahan pribumi seperti Kyai Ingebai Suradi Raya sebagai kepala daerah Mendawai, Kyai Ingebai Sudi Ratu sebagai kepala daerah Sampit, Raden Jaya sebagai kepala daerah Pembuang dan kerajaan Kotawaringin dengan rajanya Ratu Kota Ringin.

Berdasarkan traktat 13 Agustus 1787, Sultan Batu dari Banjarmasin menyerahkan daerah-daerah di Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, sebagian Kalimantan Barat dan sebagian Kalimantan Selatan (termasuk Banjarmasin) kepada VOC.

Kesultanan Banjar kemudian hanya tersisa sepanjang daerah Kuin Utara, Martapura, Hulu Sungai sampai Distrik Pattai, Distrik Sihoeng dan Mengkatip menjadi daerah protektorat VOC, Belanda.

Lalu, sesuai traktat 1 Januari 1817, Sultan Sulaiman dari Banjar menyerahkan Kalimantan Timur, Kalimatan Tengah, sebagian Kalimantan Barat dan sebagian Kalimantan Selatan (termasuk Banjarmasin) kepada Hindia Belanda.

Dalam “Contract Met Den Sultan Van Bandjermsin 4 Mei 1826. / B 29 September 1826 No. 10”, Sultan Adam al-Watsiq Billah dari Banjar menegaskan kembali penyerahan wilayah Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, sebagian Kalimantan Barat dan sebagian Kalimantan Selatan kepada pemerintahan kolonial Hindia Belanda.

Secara de facto wilayah pedalaman Kalimantan Tengah tunduk kepada Hindia Belanda semenjak Perjanjian Tumbang Anoi pada tahun 1894. Selanjutnya kepala-kepala daerah di Kalimantan Tengah berada di bawah Hindia Belanda.

Sekitar tahun 1850, daerah Tanah Dusun (Barito Raya) terbagi dalam beberapa daerah pemerintahan yaitu Kiaij Martipatie, Moeroeng Sikamat, Dermawijaija, Kiaij Dermapatie, Ihanjah dan Mankatip.

Lalu, Sejak tahun 1845, Hindia Belanda membuat susunan pemerintahan untuk daerah zuid-ooster-afdeeling van Borneo.

Selain Residen terdapat juga Rijksbestierder alias Kepala Pemerintahan Pangeran Ratoe Anom Mangkoeboemi Kentjana. Di dalam hierarki pemerintahan tersebut terdapat nama kepala suku Dayak seperti Tumenggung Surapati dan Toemenggoeng Nicodemus Djaija Negara.

Berdasarkan Staatsblad van Nederlandisch Indië tahun 1849, daerah-daerah di wilayah ini termasuk dalam zuid-ooster-afdeeling.

Menurut Bêsluit van den Minister van Staat, Gouverneur-Generaal van Nederlandsch-Indie, pada 27 Agustus 1849, No. 8, daerah-daerah di Kalteng tergolong sebagai negara dependen dan distrik dalam Kesultanan Banjar.

Sebelum abad XIV, daerah Kalimantan Tengah belum memiliki pendatang dari daerah lain. Saat itu satu-satunya alat transportasi adalah perahu.

Kemudian pada tahun 1350 Kerajaan Hindu mulai memasuki daerah Kotawaringin. Tahun 1365, Kerajaan Hindu dapat dikuasai oleh Kerajaan Majapahit. Beberapa kepala suku lalu diangkat menjadi Menteri Kerajaan.

Sejarah Masuknya Islam di Kalimantan Tengah

Tahun 1520, pada waktu pantai di Kalimantan bagian selatan dikuasai oleh Kesultanan Demak, agama Islam mulai berkembang di Kotawaringin.

Tahun 1615 Kesultanan Banjar mendirikan Kerajaan Kotawaringin, yang meliputi daerah pantai Kalimantan Tengah.

Sedangkan daerah-daerah lain tetap bebas secara otonom menjalankan hukum adat Dayak-Kaharingan yang dipimpin langsung oleh para kepala suku.

Di daerah Pematang Sawang Pulau Kupang, Kota Bataguh pernah terjadi perang besar. Perempuan Dayak bernama Nyai Undang memegang peranan dalam peperangan itu.

Nyai Undang didampingi oleh para satria gagah perkasa, di antaranya Tambun, Bungai, Andin Sindai, dan Tawala Rawa Raca. Di kemudian hari nama pahlawan gagah perkasa Tambun Bungai, menjadi nama Kodam XI Tambun Bungai, Kalimantan Tengah.

Pada tahun 1787, dengan adanya perjanjian antara Sultan Banjar dengan VOC, berakibat daerah Kalimantan Tengah nyaris seluruh daerahnya dikuasai VOC.

Sejarah Perjuangan Kemerdekaan

Sekitar tahun 1835 misionaris Kristen mulai beraktivitas secara leluasa di selatan Kalimantan. Pada 26 Juni 1835, Barnstein, penginjil pertama Kalimantan tiba dan mulai menyebarkan agama Kristen di Banjarmasin.

Pada tanggal 1 Mei 1859 pemerintah Hindia Belanda membuka pelabuhan di Sampit. Tahun 1917, Pemerintah Penjajah mulai mengangkat masyarakat setempat untuk dijadikan petugas-petugas pemerintahannya, namun dengan pengawasan langsung dari para penjajah.

Sejak abad XIX, penjajah mulai mengadakan ekspedisi masuk pedalaman Kalimantan dengan maksud untuk memperkuat kedudukan mereka.

Namun penduduk pribumi, tidak begitu saja mudah dipengaruhi dan dikuasai. Perlawanan kepada para penjajah mereka lakukan hingga abad XX.

Perlawanan secara frontal, berakhir pada tahun 1905, setelah Sultan Mohamad Seman gugur sebagai kusuma bangsa di Sungai Menawing.

Sejarah Kemerdekaan Kalimantan Tengah

Tahun 1835, Agama Kristen Protestan mulai masuk ke pedalaman. Hingga Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus 1945, para penjajah tidak mampu menguasai Kalimantan secara menyeluruh.

Penduduk asli tetap bertahan dan mengadakan perlawanan. Pada Agustus 1935 terjadi pertempuran antara suku Dayak Punan yaitu Oot Marikit dengan kaum penjajah. Pertempuran diakhiri dengan perdamaian di Sampit antara Oot Marikit dan menantunya Pangenan dengan Pemerintah Belanda.

Orang-orang Portugis sudah berdagang ketika VOC-Belanda tiba di Banjarmasin pada tahun 1679 Ambisi para pedagang negara Portugis yang terlibat dalam pasar ini lebih besar daripada yang dibayangkan oleh VOC-Belanda.

Kompeni mengetahui bahwa karena perebutan kekuasaan internal, Sultan Dipati Anom (Raden Kasuma Lelana) ditantang oleh kedua keponakannya, yakni Suria Angsa dan Suria Negara.

Bantuan Portugis tersebut telah didaftar sebagai pemberontak melawan Sultan Dipati Anom (Raden Kasuma Lelana).

Portugis dari Macao lalu memulai upaya pertama mereka untuk memonopoli produksi lada Banjarmasin.

Kebijakan intervensi Portugis dan mendukung penggulingan Sultan Dipati Anom akhirnya berhasil dengan Suria Angsa menjadi Sultan dan Portugis memperoleh hak-hak komersial.

Hak-hak komersial ini tidak sama dengan monopoli tetapi cukup mengecewakan VOC-Belanda, yang sudah tidak senang dengan kerusuhan politik Banjarmasin yang tak berkesudahan, bahwa Perusahaan (Kompeni) berhenti berdagang di Banjarmasin pada tahun 1681.

VOC-Belanda yakin bahwa dapat mengamankan stok lada tambahan dari peningkatan produksi lada di Palembang dan Banten.

Pada masa kekuasaan Sultan Saidillah sekitar tahun 1685, Portugis mengirim seorang pastur bernama Ventigmilia. Jenderal Macau seperti Andrea Coelo Viera, Aloysius Francesco Cottigno, maupun Kapten Kapal Emmanuelle Araugio Graces, berlomba-lomba untuk menjadi sponsor perjalanan pastor Antonio Ventimiglia ke tanah Borneo.

Penjelajahannya dimulai per tanggal 16 Januari 1688 dari Macau. Pada tanggal 2 Februari 1688, Antonio Ventimiglia tiba di Banjarmasin dengan kapal Potugis (sekutu Sultan Suria Angsa), untuk mengembangkan agama Katolik di udik negeri Banjar dan akhirnya ia meninggal di udik pada tahun 1691.

Pada abad ke 17 Menurut Hermogenes Ugang, seorang misionaris Roma Katholik bernama Antonio Ventimigli

Ia pernah datang ke Banjarmasin. Dengan perjuangan gigih dan ketekunannya mengarungi sungai besar di Kalimantan dengan perahu yang telah dilengkapi altar untuk mengurbankan Misa, ia berhasil membaptis 3000 orang Ngaju menjadi Katholik.

Namun, Sultan Banjarmasin kemudian menugaskan orang untuk membunuh Pastor Antonius Ventimiglia.

Alasan pembunuhan adalah karena Pastor Ventimiglia sangat mengasihi orang Ngaju, sementara orang-orang Ngaju mempunyai hubungan yang kurang baik dengan Sultan Surya Alam/Tahliluulah, karena orang Biaju (Ngaju) mendukung Gusti Ranuwijaya (penguasa Tanah Dusun-saingannya Sultan Surya Alam/Tahlilullah) dalam perdagangan lada.

Dengan terbunuhnya Pastor Ventimiglia maka beribu-ribu umat Katholik orang Ngaju yang telah dibaptiskannya, kembali kepada iman asli milik leluhur mereka. Yang tertinggal hanyalah tanda-tanda salib yang pernah dikenalkan oleh Pastor Ventimiglia kepada mereka.

Namun tanda salib tersebut telah kehilangan arti yang sebenarnya. Tanda salib hanya menjadi benda fetis (jimat) yang berkhasiat magis sebagai penolak bala.

Pada masa penjajahan sejarah Kalimantan Tengah, suku Dayak di daerah sana telah bersosialisasi dengan pendatang, namun mereka tetap berada dalam lingkungannya sendiri.

Tahun 1919, generasi muda Dayak yang telah mendapatkan pendidikan formal, mengusahakan kemajuan bagi masyarakat sukunya dengan mendirikan Serikat Dayak dan Koperasi Dayak.

Serikat ini dipelopori oleh Hausman Babu, M. Lampe, Philips Sinar, Haji Abdulgani, Sian, Lui Kamis, Tamanggung Tundan, dan masih banyak lainnya.

Serikat ini juga bergerak aktif hingga tahun 1926. Sejak saat itu, Suku Dayak menjadi lebih mengenal keadaan zaman dan mulai bergerak.

Tahun 1928, kedua organisasi tersebut dilebur menjadi Pakat Dayak, yang bergerak dalam bidang sosial, ekonomi dan politik. Pakat Dayak meneruskan perjuangan, hingga bubarnya pemerintahan Belanda di Indonesia.

Tahun 1945, Persatuan Dayak yang berpusat di Pontianak, kemudian mempunyai cabang di seluruh Kalimantan.

Pada tahun 1959, Persatuan Dayak bubar, kemudian bergabung dengan PNI dan Partindo. Akhirnya Partindo Kalimantan Barat meleburkan diri menjadi IPKI.

Kalimantan Tengah disebut Afdeeling Kapoeas-Barito yang terbagi 6 divisi.

Nah, itulah informasi lengkap mengenai sejarah Kalimantan Tengah. Terbukti bahwa perjuangan beberapa tokoh ini memang sangat besar untuk merebut Provinsi Kalimantan Tengah.

Semoga dengan adanya artikel sejarah Kalimantan Tengah ini dapat membantu kalian dalam memperluas ilmu pengetahuan serta kecintaan kalian terhadap Tanah Air.

This entry was posted in .

About

You may also like...

Your email will not be published. Name and Email fields are required